BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang analisis rekayasa
sosial dalam dakwah maka biasanya orang harus mengetahui dulu apa itu problem
social, karena adanya rekayasa sosial itu didahului timbulnya sebuah
problem-problem sosial. Sebuah kondisi dimana terjadi perbedaan antara apa yang
kita inginkan dan apa yang telah terwujud menjadi suatu kenyataan itu disebut
dengan problem. Kita ingin membeli barang yang kita inginkan tapi kenyataannya
uang tidak ada. Dan akibatnya terjadi perbenturan antara idealita dan realita.
Problem itu sendiri sebenarnya
dibagi menjadi 2 dimensi yakni bertaraf individu dan bertaraf sosial. Problem
individu adalah masalah yang timbul dari individual qualities
(kualitas-kualitas individu) atau dari lingkungan terdekat. Masalah sosial
bermula dari faktor dan lingkungan sosial. Philip Kotler menyebutkan bahwa
problem sosial adalah kondisi tertentu dalam masyarakat yang dianggap tidak
enak atau menganggu oleh sebagian anggota masyarakat dan dapat dikurangi atau
dihilangkan melalui upaya bersama (kolektif).
Ada 3 problem sosial yang bisa kita
kemukakan di sini yang mana ketiga problem sosial tersebut menjadi sumber
perubahan sosial, yakni kemisikinan, kejahatan, dan konflik.
Perubahan sosial adalah terjadinya perubahan bentuk dan fungsionalisasi kelompok, lembaga, atau tatanan sosial yang penting. Dan dalam makalah ini akan membahas tentang rekayasa sosial dalam dakwah.
Perubahan sosial adalah terjadinya perubahan bentuk dan fungsionalisasi kelompok, lembaga, atau tatanan sosial yang penting. Dan dalam makalah ini akan membahas tentang rekayasa sosial dalam dakwah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Rekayasa
Sosial
Rekayasa sosial
dimanapun tempatnya dan kapanpun masanya selalu membutuhkan aktor-aktor untuk
melakukan gerakan. Ada 2 kelompok besar di balik upaya rekayasa sosial yakni
pemimpin-pemimpin (leaders) dan pendukung (supporters). Kalau dijabarkan lebih
lanjut akan kita temukan derivasinya yang mana tiap-tiap orang mempunyai peran
yang tertentu. Ada orang yang menggerakkan, ada yang terus-menerus memberikan
motivasi agar massa tetap bergerak, ada yang membantu dengan sumber daya, dana
dan fasilitas, ada yang memperngaruhi kalangan elit, ada yang mengatur
administrasi sebuah gerakan, ada yang harus menjadi konsultan, ada juga tipe
pekerja atau aktivis, ada pendonor, dan yang tak kalah pentingnya adalah para
simpatisan.
Ada 2 peran
pokok yang selalu tampil mewarnai setiap aktivitas dakwah. Pertama, sebagai
kekuatan korektif terhadap penyimpangan yang terjadi. Kedua, sebagai penerus
kesadaran masyarakat luas akan problema yang terjadi sehingga ia senantiasa melahirkan
berbagai alternatif pemecahan.
Untuk menjadi
seorang da’i tidak mungin berjalan dengan sekejapsaja, tapi itu semua harus
diawali dengan hal-hal yang kecil. Maka itu paling tidak ada 3 hal yang harus
kita lakukan, yaitu banyak membaca baik membaca tekstual maupun fenomena,
berinstitusi (membentuk komunitas) karena sebuah kerja besar sangat berat untuk
dikerjakan sendirian, dan pembiasaan (kulturisasi) sehingga orang lain akan mengikuti
apa yang kita lakukan. Untuk melakukan proses rekayasa sosial yang lebih besar
di dunia masyarakat maka dibutuhkan energi dan perencanaan yang sangat matang,
karenanya penataan internal di dalam sebuah gerakan itu sendiri dan juga upaya
kaderisasi harus selalu menjadi prioritas pemikiran. Mulailah dari diri
sendiri, mulailah sekarang ini, dan mulailah dari hal-hal yang kecil dengan
senantiasa tidak melupakan senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.
Sasaran
perubahan dalam Rekayasa Sosial ada 2 yaitu: pertama sasaran akhir, berupa
korban atau lembaga-lembaga yang dirusak. Kedua adalah sasaran seperti
masyarakat/pemerintah, bisnis, atau profesi.
Unsur
selanjutnya dari aksi sosial adalah channel atau saluran yaitu media untuk
menyampaikan pengaruh dan respon dari setiap pelaku perubahan ke sasaran
perubahan. Dalam klasifikasi Kotler, media ini dibagi menjadi dua, media
pengaruh dan media respon. Keduanya dapat menggunakan media massa atau media
interpersonal.
Terakhir adalah change strategy (strategi perubahan), yaitu teknik utama mempengaruhi, yang diterapkan oleh para pelaku perubahan untuk menimbulkan dampak pada sasaran perubahan. Ada tiga alternatif strategi : memaksa (power strategy), membujuk (persuasi), dan mendidik (edukasi).
Terakhir adalah change strategy (strategi perubahan), yaitu teknik utama mempengaruhi, yang diterapkan oleh para pelaku perubahan untuk menimbulkan dampak pada sasaran perubahan. Ada tiga alternatif strategi : memaksa (power strategy), membujuk (persuasi), dan mendidik (edukasi).
B.
Metode
Dalam Rekayasa Sosial
Islam dan mereka
membiarkan budaya asing untuk masuk ke tanah mereka dan konsep Barat untuk
menduduki pikiran mereka. Mereka menolak ketika mereka meninggalkan
kepemimpinan intelektual Islam, dakwah diabaikan dan aturan keliru. Oleh karena
itu, umat Islam harus melanjutkan cara Islam jika mereka ingin kebangkitan (Nahdhah),
namun mereka tidak akan dapat melanjutkan hidup dengan cara Islam kecuali
mereka membawa dakwah Islam dengan membawa kepemimpinan intelektual Islam, dan
mendirikan, dengan ini dakwah sebuah Negara Islam yang pada gilirannya akan
membawa kepemimpinan intelektual Islam dengan melakukan panggilan Islam.
membawa
kepemimpinan intelektual dengan membawa dakwah Islam untuk menghidupkan kembali
Muslim dilakukan karena Islam sendiri dapat reformasi dunia, dan kebangkitan
sejati tidak dapat dicapai tanpa Islam, baik untuk Muslim atau orang muslim. Hal
ini pada dasarnya bahwa dakwah harus dilakukan. Dakwah harus dibawa ke dunia
sebagai pemimpin intelektual dari semua sistem yang muncul, dan atas
kepemimpinan ini semua pikiran dibangun, dan dari pemikiran tersebut akan
muncul semua konsep bahwa pengaruh sudut pandang seseorang dalam hidup sangat
beranika ragam.
Dakwah harus
dilakukan hari ini seperti yang disampaikan di masa lalu dan harus melanjutkan
sesuai dengan contoh Nabi SAW, tanpa penyimpangan sedikitpun dari metode. Tidak
ada hal harus diberikan dengan perbedaan waktu, untuk perbedaan ini mencapai
tidak lebih dari perubahan berarti (wasaail) dan bentuk (ashkaal). Namun,
hakikat dan realitas kehidupan tidak dan tidak akan berubah, terlepas dari
berlalunya usia dan perubahan masyarakat dan tempat. Dengan demikian, membawa
dakwah tuntutan keterbukaan, keberanian, kekuatan pikiran dan menantang semua
yang bertentangan dengan fikrah dan Tareeqah (ide dan metode) Islam dengan
menghadapi dan memperlihatkan kepalsuan nya, tanpa melihat situasi dan
konsekuensinya. Titik tuju dakwah Islam adalah memberi pengertian kepada umat
Islam agar mengambil segala ajaran Allah yang terkandung dalam Kitab Al-Quran
dan Sunnah Nabi sebagai pedoman jalan hidupnya. Ajaran Allah itu, menurut
Sayyid Qutb, diintisarikan dalam surat al-Fatihah yang terdiri dari pedoman
“aqidah” dan “syariah” atau dengan istilah yang lain bisa disebut “iman” dan
“amal saleh” (Fiqh Da’wah, Maudhu’at fi ad-Da’wah wa al-Harakah,
Beirut-Lebanon: Muassasah ar-Risalah, 1970).
C.
Kondisi
Sosial yang Perlu Diubah
Terhadap umat
Islam yang telah melaksanakan risalah Nabi lewat tiga macam metode yang paling
pokok yakni da'wah, amar ma'ruf, dan nahi munkar, Allah memberi mereka predikat
sebagai umat yang berbahagia atau umat yang menang . Adapun mengenai tujuan
da'wah, yaitu: pertama, mengubah pandangan hidup. Dalam QS. Al Anfal: 24
di sana di siratkan bahwa yang menjadi maksud dari da'wah adalah menyadarkan
manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur
saja. Manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya. Kedua,
mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang. Ini diterangkan
dalam firman Allah: "Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan izin
Tuhan mereka kepada jalan yang perkasa, lagi terpuji." (QS. Ibrahim: 1).
strategi dan
metode amar ma'ruf nahi munkar harus mempertimbangkan
kondisi sosial masyarakat yang dihadapi. Jangan sampai hanya karena
kesalahan kecil dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar justru
mengakibatkan kerusakan dalam satu umat dengan social cost yang tinggi.
kondisi sosial masyarakat yang dihadapi. Jangan sampai hanya karena
kesalahan kecil dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar justru
mengakibatkan kerusakan dalam satu umat dengan social cost yang tinggi.
D.
Profesionalitas
(Agent of Social Change)
Ibnu Katsir mengidentifikasi bashirah
sebagai sebuah keyakinan yang berlandaskan argumentasi syar’i dan aqli yang
kokoh, serta tidak taklid buta. Menurut Syaukani, bashirah adalah pengetahuan
yang mampu memilah yang hak dari yang bathil, yang benar dari yang salah dan
begitu seterusnya. Inilah bangunan profesionalisme dalam dakwah yang tegaskan
oleh ayat di atas; yaitu beramal dan berdakwah atas dasar ilmu, keyakinan,
tiada keraguan apalagi persepsi yang tidak benar terhadap dakwah. Disinilah
peri pentingnya sebuah pembinaan yang kontinu – meskipun – terhadap da’i,
karena da’i lah justru inti dari sebuah proses dakwah. Bahkan dikatakan dalam
sebuah pepatah “beramal tanpa ilmu lebih banyak merusaknya daripada memperbaiki”.
Agar rasa dan sikap profesionalitas
tampil, maka segala aktifitas seseorang harus diawali dengan sebuah kesadaran
“nawaitu” yang benar. Diawali dengan taubatan nasuha yang akan memperbaiki
hubungan dengan Allah. Salah dan bergesernya niat akan turut mempengaruhi
kinerja seseorang dan mengakibatkan kerja yang asal-asalan, tidak sempurna dan
cenderung apa adanya. Sofyan Tsauri pernah mengungkapkan: “Tidak ada sesuatu
yang lebih aku perhatikan selain dari niat”. Inilah rahasianya kenapa setiap
amal dalam Islam harus didasari niat yang benar dan tulus karena Allah. Rasa
takut akan pertanggung jawaban dakwah di hadapan Allah juga akan turut
memperkuat keseriusan dan kejelasan dakwah seseorang. Inilah maksud firman
Allah swt: “(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka
takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain
kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan”. (33: 39)
Seorang yang profesional adalah
seorang yang tekun, sabar dan tahan godaan, senantiasa dinamis dan mencari
kreatifitas baru dalam berdakwah, karena memang ia tidak akan pernah setuju dan
rela jika dakwah ini vakum, berjalan di tempat dan tidak mendapat tempat di
hati umat. Contoh paling fenomenal adalah nabi Nuh as. Ditengah penolakan
kaumnya, ia tetap mencari terobosan baru dalam berdakwah agar keberlangsungan
dakwah bisa dipertahankan. Ia tetap komit dan tegar, bahkan mencari alternatif
sarana dakwah yang beragam sesuai dengan kondisi dan tuntutan kaumnya: “Nuh
berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,
maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)…… Kemudian
sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan
kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan
dengan diam-diam”. (Nuh: 5-9).
E.
Sumber
Daya Manusia
Ledakan
sumber ilmu pengetahuan dan informasi hanya dapat dinikmati oleh mereka yang
menguasai teknologi informasi. Sangat ironis, apabila sarjana yang merupakan
SDM jebolan perguruan tinggi tidak menguasai teknologi informasi; akan
tertinggal dan tidak mudah terserap di dunia kerja, mereka yang gaptek. Upaya
yang cukup strategis untuk melakukan link and match antara dunia
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat adalah membekali output dengan
keterampilan penggunaan teknologi informasi. Upaya link and match itupun
dimaksudkan untuk melahirkan da’i-da’i profesional yang mengusai teknologi
informasi.
Apabila kita cermati, teknologi
informasi merupakan sektor industri skala kecil yang tumbuh karena adanya
potensi dan minat usaha dalam masyarakat Indonesia, sehingga perlu langkah
strategis dalam meningkatkan faktor-faktor keunggulan kompetitif dalam menciptakan
calon-calon da’i muda terdidik, dengan cara meningkatkan kompetensi usaha,
melalui Skill Training Berbasis Teknologi Informasi dan Dakwah. Oleh karena itu
pemberian materi teknologi informasi dan dakwah sudah menjadi suatu kebutuhan
dalam mencapai visi, misi, dan tujuan fakultas, dibuat dalam Rencana Strategis
dan Prioritas Fakultas Dakwah. Upaya untuk mewujudkan kompetensi da’i-da’i
profesional yang sesuai dengan harapan masyarakat, tidak akan tercapai tanpa
dukungan dari lembaga terkait. Dan dunia pendidikan, pemerintah dan industri
perlu menjalin kerjasama intensif.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam prespektif
dakwah rekayasa sosial merupakan strategi yang efektif dalam mengajak manusia
untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran islam. Pendidikan di
dunia islam dalam perkembangannya seakan mengalami pergeseran orientasi dan
pengerutanmakna, karena kekeliruan umat islam sendiri dalam memanfaatkan
pendidikan yang dominan dipengaruhi kemajuan sistem pendidikan barat dan juga
paham-paham yang berkembang di dunia barat. Sehingga ada yang memprediksikan
bahwa pendidikan islam ditimpa banyak masalah, padahal sebenarnya yang
bermasalah adalah manusia/umat islam itu sendiri dalam memperlakukan atau
memanfaatkan pendidikan
profesionalitas kita akan terus
diuji dengan beragam ujian sehingga akan lahir kaliber manusia yang diabadikan
oleh Allah sebagai kelompok yang tetap tegar dan jujur dalam dakwah mereka, “Di
antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di
antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah
(janjinya)”. (Al-Ahzab: 23). Inilah prinsip yang senatiasa dipegang oleh para
pendahulu dakwah, karena mereka yakin bahwa kecintaan Allah hAnya akan
dianugerahkan kepada mereka yang beramal dengan tulus, cerdas, tuntas dan
serius. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah cinta jika hambaNya
beramal dengan itqan”. Itqan dalam arti berbuat lebih banyak, lebih bermutu dan
berkualitas dari umumnya orang mampu berbuat dan bekerja, seperti yang Allah
gambarkan tentang kelompok manusia muhsin yang mampu beramal, lebih tinggi di
atas rata-rata kebanyakan manusia sanggup beramal. “Sesungguhnya mereka sebelum
itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat dengan ihsan. Di dunia mereka
sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi
sebelum fajar”. (Adz-Dzariyat: 16-18)
DAFTAR
PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin, Rekayasa
Sosial, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2000
Sanit, Arbi, Pergolakan Melawan Kekuasaan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999
Sanit, Arbi, Pergolakan Melawan Kekuasaan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar